Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Kumpulan Serial Li-El


Serial Li-El "High Heels Pertama Mama"
Asyik sekali Sabtu sore ini. Jarang-jarang Li-El bisa pergi bersepuluh ke mal dengan teman-teman sekelasnya seperti itu. Mata Li-El berbinar-binar saat melihat arena ice skating. Dia rindu sekali meluncur-luncur di atas es.
“Kita main, yuuuk!” ajak Li-El bersemangat.
Teman-temannya justru bengong memandanginya. “Kamu, kan, pakai rok, nanti susah bergerak, lo,” Petra mengingatkan.
Akan tetapi, Li-El benar-benar ingin bermain. Jadilah, Li-El, Princess, Andi, dan Danu bermainice skating. Yang lain memilih menonton dari lantai di atas arena ice skating.
“Yuhuuu…!” Li-El meluncur gembira.
Li-El memperhatikan teman-temannya. Sepertinya, Andi paling tidak mahir di antara mereka. Tiba-tiba terlintas ide yang sedikit jahil dalam benak Li-El.
“Yuk, kita bertanding!” tantang Li-El pada Andi. “Kita ke seberang, terus balik lagi ke sini.”
Andi ragu-ragu. “Oke,” ujar Andi akhirnya.
Princess terbelalak. “Sekarang sedang ramai. Bagaimana kalau sampai menabrak?”
Li-El dan Andi memandang sekeliling. Benar kata Princess.
“Kami akan hati-hati,” ujar Li-El dan Andi bersamaan, pede sekali.
Mulailah pertandingan itu. Li-El dan Andi bersiap-siap dan … meluncur! Li-El senang sekali saat Andi tertinggal di belakangnya. Dia makin bersemangat.
Ups, ada seorang anak sedang meluncur di depan Li-El. Li-El berusaha menghindarinya. Berhasil! Tapi Li-El jadi kehilangan keseimbangan dan … gubrak! Li-El jatuh! Dia tersungkur di lantai es. Duuuh … sakit!
Tiba-tiba, Li-El jadi teringat sesuatu. Dia memeriksa bagian belakang roknya. Huaaa … roknya tersingkap! Dia cepat-cepat membenahinya.
Ketiga teman Li-El langsung menghampirinya. Mereka buru-buru menolongnya berdiri. Li-El berusaha tidak memandang wajah ketiga temannya. Wajah Li-El seperti kepiting rebus, merah padam. Apalagi saat dia melirik orang-orang lain. Diam-diam, mereka tersenyum geli. Li-El ingin menangis.
Li-El langsung mengajak teman-temannya pulang. Tidak ada yang protes meskipun mereka baru sekitar seperempat jam ber-ice skating. Semua mengerti kalau Li-El maluuu sekali.
“Kenapa tadi aku nekat berlomba dengan Andi?” pikir Li-El menyesal.
Rasanya Li-El tidak ingin bertemu teman-temannya lagi. Apalagi teman-teman laki-lakinya. “Li-El mau pindah sekolah!” ujar Li-El begitu sampai di rumah.
Tiba-tiba saja … Mama jatuh! Li-El buru-buru menolong Mama dengan kebingungan. Oh, rupanya Mama sedang memakai sepatu high heels. Itu, lo, sepatu berhak tinggi.
Mungkin Mama akan datang ke suatu pesta. Memang Mama tidak terlalu terbiasa memakai sepatu hak tinggi. Jadi, kadang-kadang Mama berlatih lebih dulu. Penampilan Mama jadi aneh sekarang. Kaos dan celana selututnya tidak cocok dengan sepatu hak tingginya.
“Aduh! Li-El bikin Mama terkejut!” keluh Mama. Rupaya karena terkejut, Mama sampai terpeleset.
“Tadi Li-El bilang ingin pindah sekolah?” Mama mengernyitkan dahinya.
Li-El mengangguk cemberut.
“Kenapa?”
Mulanya Li-El tidak ingin bercerita. Akan tetapi Mama pasti tahu juga nanti. Jadi lebih baik bilang semuanya sekarang. Mama mengangguk-angguk geli saat Li-El selesai bercerita.
Mama berubah serius melihat Li-El cemberut. “Li-El tahu kejadian waktu Mama memakai sepatu high heels pertama kali?”
Li-El menggeleng bingung. Mama meneruskan ceritanya. Waktu itu Mama masih SMU. Mama akan datang ke pesta pernikahan saudara. Mama merasa harus memakai sepatu hak tinggi.
Mama panik. Sebelumnya Mama belum pernah memakai sepatu hak tinggi. Akhirnya Mama berlatih dulu. Lalu, tibalah pesta pernikahan itu. Saatnya mengenakan sepatu high heels.
“Semuanya baik-baik saja. Sampai Mama naik ke panggung untuk memberi selamat pada pengantin. Tiba-tiba … Mama jatuh waktu naik tangga,” ujar Mama, setengah geli setengah malu. “Semua orang memperhatikan Mama. Hampir semua senyum-senyum geli.”
Hi hi … Li-El bisa membayangkan malunya Mama waktu itu.
“Tapi Li-El kan lebih malu dari Mama.”
“Iya sih,” Mama senyum-senyum. Lagi-lagi Li-El cemberut.
Mama kembali serius. “Biar sehati-hati apapun, semua orang pasti pernah mengalami saat-saat yang membuatnya malu. Guru, artis, presiden…, siapa saja.”
Yaaah … Mama benar juga.
“Sekarang, rasa malu Li-El pasti masih sangat besar. Tapi nanti pasti menghilang pelan-pelan,” Mama meyakinkan.
Mama benar lagi. Kenapa Li-El ingin pindah sekolah hanya karena kejadian tadi? Kalau ingat kejadian tadi, muka Li-El memang masih memerah. Akan tetapi, kalau setiap kali merasa malu Li-El harus pindah sekolah, entah berapa puluh kali dia harus berganti sekolah.
“Ngomong-ngomong, pengalaman Mama sama seperti salah satu finalis Miss Universe, lo,” cerita Mama bersemangat. Kata Mama, dulu pernah ada finalis Miss Universe terjatuh waktu sedang latihan di panggung.
“Aduh, Mama,” protes Li-El, geli. “Masa sama-sama jatuh saja Mama bangga?”
“Biar saja, yang penting sama!”
Hi hi … Mama memang enggak mau kalah!
[Sumber: Majalah Bobo, edisi 43, tanggal 29 Januari 2009, oleh Maria Wiedyaningsih]

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Alhamdulillah bisa dijadikan referensi

Unknown mengatakan...

Alhamdulillah bisa dijadikan referensi

Posting Komentar